Minggu, 31 Mei 2009

Artikel: Kompentensi Memicu Humanisme Pendidikan

Persoalan-persoalan intern pendidikan hingga saat ini masih menjadi momok sekaligus tantangan besar bangsa Indonesia. Mulai dari sistem kurikulum pendidikan yang diajarkan selama ini, menjadikan peserta didik sebagai obyek pasif yang senantiasa siap menerima segala yang diberikan oleh pihak pengajar. Metode pembelajaran semacam itu cenderung memposisikan peserta didik sebagai manusia yang hanya dapat diam tanpa memiliki kreativitas apapun. 

Dalam ilmu komunikasi, kondisi semacam ini diibaratkan dengan adanya salah satu teori, yakni teori Peluru yang notabene peserta didik diidentikkan dengan komunikan/audience bersikap pasif terhadap respon atau stimulus yang diberikan tanpa adanya respon balik. Wajar jika hasil yang diperoleh tidak akan maksimal atapun bagus. Hal ini juga akan berimbas pada sulit terwujudnya tujuan awal yaitu upaya meningkatkan mutu pendidikan, selama ini belum mencapai pada taraf memadai yang mampu meningkatkan taraf kehidupan masyarakat pada umumnya. 

Padahal, merujuk pada kebijakan reformasi dalam pendidikan yang juga meliputi kebijakan penyelenggaraan Otonomi Daerah (Otoda) dalam pendidikan antara lain Peningkatan mutu pendidikan, Peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan, Peningkatan relevansi pendidikan, Pemerataan pelayanan pendidikan (Indra Djati Sidi, 2000:6). Ditambah lagi peraturan pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan Daerah sebagai daerah otonom yang antara lain menyatakan, pusat kewenangan dalam menentukan kompetensi siswa, kurikulum dan materi pokok, penilaian nasional dan kalender pendidikan. 

Kebijakan tersebut melahirkan sistem pembelajaran berbasis kompetensi di mana metode tersebut dipandang relevan di bidang pendidikan untuk saat ini. Pasalnya, peserta didik turut dilibatkan dan bukan menjadi obyek akan tetapi subyeknya pendidikan. Sebuah awal yang cukup bagus dalam upaya mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia yakni turut mencerdaskan kehidupan bangsa. Seperti kita ketahui bahwa dari segi kualitas pendidikan, Indonesia menempati ranking kesekian ratus di bawah negara-negara maju dan berkembang di seluruh dunia. Ironisnya, kondisi seperti ini makin diperparah dengan masih rendahnya kualitas dan jenjang pendidikan yang ditempuh oleh staf pengajar. 

Sesuai dengan persyaratan Kepala Pusat Kurikulum, Dr. Siskandar, MA. Menurutnya, kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Artinya, sesuatu yang dapat dilakukan oleh peserta didik (siswa) secara terus menerus (menetap) dianggap sebagai perwujudan dari hasil belajar siswa. Hal ini tidak berjalan statis melainkan berkembang sesuai dengan tuntutan jaman. 

Pengembangan metode semacam ini lebih mendudukkan peserta didik sebagai acuan untuk menentukan materi pelajaran yang digunakan sebagai bahan untuk mencapai kompetansi yang telah ditentukan. Hal ini sekaligus memberikan hasil dan proses. Pengembangan kurikulum berorientasi pada hasil menekankan pada pemahaman, penghayatan secara komprehensif. 

Idealnya, pengembangan kurikulum berbasis kompetansi juga meliputi kompetensi lintas kurikulum, kompetensi rumpun mata pelajaran, materi pokok (kompetensi dari hasil belajar) dan terakhir indikator pencapaian hasil belajar. Dengan demikian dalam kurikulum berbasis kompetensi, mata pelajaran berfungsi sebagai wahana dan sekaligus substansi yang dikuasai oleh peserta didik, sehingga nantinya mampu menghasilkan generasi bangsa atau output yang bermutu, kreatif, inovatif dan profesional. Semoga.


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Wedding Dresses. Powered by Blogger